Rasionalisme Sebagai Aliran dalam Epistemologi

Post a Comment
Foto: Kompasiana
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan dan menetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau aturan-aturan logika.

Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenaran, adalah semata-mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas dan kacau. Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir.

Akal mengatur bahan itu sehingga dapatlah terbentuk pengetahuan yang benar. Akal dapat bekerja dengan bantuan indera, tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi, akal dapat menghasilkan pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak.


Sejarah Rasionalisme

Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, pada zaman Thales (624-546 SM) telah menerapkan rasionalisme pada filsafatnya. Pada filsafat modern, tokoh pertama rasionalisme adalah Descarts, (1596-1650), kemudian dilanjutkan oleh beberapa tokoh lain, yaitu Baruch De Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716) dan Blaise Pascal (1632-1662). Setelah periode ini, rasionalisme dikembangkan secara sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.

Rasionalisme lahir adalah sebagai reaksi terhadap dominasi Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Barat. Munculnya rasionalisme ini menandai perubahan dalam sejarah filsafat, karena aliran yang dibawa Descartes ini adalah cikal bakal Zaman Modern dalam sejarah perkembangan filsafat. Kata "modern" disini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan dengan corak filsafat pada Abad Pertengahan Kristen.

Corak berbeda yang dimaksud disini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Gagasan itu disertai argumen yang kuat oleh Descartes. Oleh karena itu, pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak renaissance, yaitu kebangkitan rasionalisme seperti pada masa Yunani terulang kembali.

Pengaruh keimanan Kristen yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan tokoh Gereja. Descartes telah lama merasa tidak puas dengan perkembangan filsafat yang sangat lamban dan memakan banyak korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.

Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (rasio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia.


Metode dalam Rasionalisme

Agar filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbaharui, kita memerlukan metode yang baik, demikian pendapat Descartes (tokoh utama rasionalisme). Hal ini mengingat bahwa terjadinya kesimpangsiuran dan ketidak pastian dalam pemikiran filsafat disebabkan oleh karena tidak adanya suatu metode yang mapan, sebagai pangkal tolak yang sama bagi berdirinya suatu filsafat yang kokoh dan pasti.

Ia sudah menemukan metode yang dicarinya, yaitu dengan menyangsikan segala-galanya, atau keragu-raguan. Kemudian, ia menjelaskan, untuk mendapatkan hasil yang sahih dari metode yang hendak dicanangkannya, ia menjelaskan perlunya 4 hal, yaitu:
(a) Tidak menerima sesuatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apapun yang mampu merobohkannya.

(b) Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu atau sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu merobohkannya.

(c) Bimbangkanlah pikiran dengan teratur, dangan mulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampaipada yang paling sulit dan kompleks.

(d) Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus
dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita yakin tidak ada satu pun yang diabaikan dalam penjelajahan itu.


#PlasTik

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter