Makalah Doktrin Dosa Dalam Surat Roma

Post a Comment

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Surat Roma dilatarbelakangi kerinduan Rasul Paulus untuk mengujungi orang Kristen yang berada di Roma. Orang Kristen yang berada di Roma bukan hanya orang Yahudi saja namun non Yahudi juga. Alasan Rasul Paulus menuliskan Surat Roma ini karena ia menyampaikan beberapa keluhannya dan halangannya tidak bisa datang ke Roma. Sehingga ia menuliskan surat Roma ini. Namun dalam tulisannya ini bukan hanya sekedar kerinduannya mau berkunjung di Roma. Tetapi ia juga menuliskan berbagai-bagai doktrin yang memperlengkapi orang Kristen yang berada di Roma. Yang termasuk di dalamnya itu adalah Teologi Hamartologi, Teologi Proper, Teologi Kristologi dan lain-lain.

Yang di teliti dalam karya ilmiah ini adalah mengenai Teologi Hamartologi atau doktrin mengenai dosa. Alasan penulis menyelidiki mengenai doktrin dosa dalam Surat Roma karena doktrin ini sesuatu yang penting untuk dibahas untuk mengerti status manusia sebagai orang berdosa. Terkadang manusia mengabaikan "dosa" padahal dosa itu sesuatu yang mendatangkan maut bagi manusia bahkan yang memisahkan manusia dengan Allah. Jadi yang melatarbelakangin penulis menuliskan makalah ini adalah karena doktrin mengenai dosa begitu penting dipelajari lebih khususnya padangan Paulus tentang dosa dalam surat Roma.

2. Rumusan Masalah
  • Bagaimanakah Manusia Menjadi Budak Dosa?
  • Bagaimanakah Dosa Mendatangkan Murkanya Allah?
  • Bagaimanakah Dosa Mendatangkan Kematian?

3. Tujuan Penulis
  • Menjelaskan Bagaimana Manusia Menjadi Budak Dosa?
  • Menjelaskan Bagaimana Dosa Mendatangkan Murkanya Allah?
  • Menjelaskan Bagaimana Dosa Mendatangkan Kematian?


BAB II
LANDASA TEORI

A. Doktrin Dosa

1. Pengertian Dosa
Dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah. Kata Yunani Parabasis berarti "melewati", melanggar. Dasa adalah kegagalan untuk selaras dengan standar Allah. Kata Yunani hamartiaberarti "meleset dari sasaran", meninggalkan jalan kebenaran. Jadi, hal itu berarti bahwa semua orang telah meleset dari standar Allah dan terus gagal untuk mencapai standar itu. Hal itu menyangkut baik dosa melakukan dan dosa tidak melakukan. Kegagalan untuk melakukan apa yang benar juga dosa (Rm.14:23). Dosa adalah suatu prinsip dalam diri manusia. Dosa bukan hanya suatu tindakan tetapi juga suatu prinsip yang diam dalam diri manusia. Paulus menunjuk pergumulan dosa dalam dirinya (Rom.7:14,17-25); semua orang memiliki natur dosa ini (Gal.3:22). Ibr.3:13 menunjukan pada hal itu sebagai "tegar hati karena tipu daya dosa". Yesus juga menunjuk dosa sebagai suatu "kondisi atau karakteristik dari kualitas' (Yoh.9:41; 15:24; 19:11). Dosa adalah suatu pemberontakan pada Allah. Dosa adalah tindakan yang salah pada Allah dan manusia. Rom.1:8 menunjuk pada "segala kefasikan dan kelaliman manusia".[1]

2. Asal Usul Dosa
Kalau berbicara mengenai asal usul dosa dapat diketahui di Kejadian 3 yang membicarakan kejatuhan manusia dalam dosa. Dosa itu ada sebab akibat karena manusia itu tidak taat dan tidak percaya kepada Allah akibatnya melanggar perintah Allah. Dosa itu dapat didefenisikan secara sederhana yaitu melanggar ketetapan Allah. Jadi dosa itu ada karena manusia telah melanggar perintah Allah. Dan satu pelanggar firman Allah telah merusak hal yang baik dalam manusia tentang ke sucianya dan kesempurnaannya.

 3. Akibat Dosa
Ketika manusia jatuh dalam dosa selalu ada konsekuensinya bagi manusia yaitu Allah menghukum manusia. Dan bahkan akibat dosa tersebut membuat manusia mati secara fisik dan rohani. Di mana dulunya manusia memiliki relasi yang baik dengan Allah namun gara-gara dosa membuat manusia terpisah dengan Allah. Bahkan Alkitab mencatat bahwa bergantinya generasi manusia itu makin jahat dan menyakiti hatinya Allah perbuatan mereka yang tidak berkenang dihadapan Allah.[2]

B. Surat Roma

1. Latar Belakang Surat Roma
Paulus, yang sering bepergian dan sudah warga Negara Romawi itu, masih belum pernah ke  Roma ketika surat ini ditulis (sekitar tahun 57 M). Ia telah mengadakan tiga perjalanan yang  panjang dan ekstensif, untuk merintas pemberitaan mengenai kekristenan sampai ke semua  propinsi di sebelah timur wilayah kekaisaran Roma, dan mendirikan gereja-gereja (jemaat). Nah, mungkin di Korintus, ketika akan membawa dana Yerusalem (Kis. 20). Paulus baru merasa bebas untuk mengalihkan pandangannya ke barat ke Spanyol. Dan di tengah perjalanan ke sana ia bermaksud memenuhi kerinduan yang sudah bertahun-tahun untuk mengunjungi orang-orang Kristen di Roma. Ia tidak tahu bahwa ia akan melewati tiga tahun yang meletihkan antara penulisan surat itu dan kunjungannya kesana, bahwa ketika akhirnya ia memasuki Roma, ia memasukinya sebagai orang tahanan (Kis.28).[3]

2. Penulis Surat Roma
Memang pernah ada perdebatan mengenai identitas penulis surat Roma. Para pakar teologi liberal berusaha meyakinkan pendapat mereka bahwa Rasul Paulus tidak menulis surat Roma, tetapi pedebatan tersebut sudah dapat diselesaikan, dan hampir semua sepakat untuk mengakui Rasul Paulus sebagai penulis surat Roma. Rasul Paulus di sebut sebagai penulis surat di dalam Roma 1:1, dan banyak hal yang dikatakan oleh penulis surat ini cocok dengan apa yang dikatakan mengenai perjalanan Rasul Paulus di dalam Kisah Para Rasul dan surat-surat lain.

3. Tujuan Penulis Surat Roma
Maksud dan tujuan utama dari surat Roma dijelaskan dalam pasal 15:22-25 di mana Paulus memberitahu mereka ia ingin mengunjungi mereka di Roma. Pasal 15:24 menceritakan suatu maksud yang lain, yaitu Paulus mengharapkan pertolongan mereka. Ia akan  melayani di Spanyol, dan ia berharap mereka akan memperlancar perjalanannya. Ia mencari dukungan bagi pelayanannya di sana. Pasal 15:30-32 menjelaskan bahwa ia juga minta dukungan doa mereka  untuk perjalannya ke Yerusalem, di mana ia akan menghadapi bahaya dari orang Yahudi yang tidak percaya, untuk menyerahkan suatu persembahan.
Untuk memperoleh apa yang diharapkannya itu, maka Rasul Paulus menjelaskan Injil Kristus baik murka Allah yang mengancam manusia maupun kebenaran Allah yang dianugerahkan untuk menyelamatkan setiap orang percaya. Dengan pengertian benar akan Injil, maka mereka yang ada di Roma diharapkan terbeban untuk menolong dan mendukung Paulus, serta terlibat dengan kerinduan Paulus untuk menjangkau orang Spanyol dengan Injil Kristus.

4. Pembaca Pertama Surat Roma
Asal-usul dari jemaat pembaca pertama surat ini tidak diketahui dengan pasti. Mungkin jemaat pertama di Roma didirikan oleh "pendatang-pendatang dari Roma" yang percaya kepada Kristus di Bait Allah pada hari Pentakosta (Kis. 2:10), setelah mereka pulang ke Roma. Mungkin juga orang-orang yang memimpin jemaat di rumah mereka masing-masing.
Menurut tradisi Katolik, jemaat di Roma didirikan oleh Petrus pada tahun 42. Tetapi menurut Kisah Para Rasul 15, Petrus berada di Yerusalem pada waktu Sidang Yerusalem diadakan (tahun 49), dan dalam konteks itu, setelah sidang ia menetap di Yerulamen. Juga, kalau seadainya Petrus berada di Roma, aneh sekali bahwa ia tidak pernah disebut-sebut oleh Paulus, apalagi kalau di dalam 2 Petrus 3:15. Petrus menyebut Paulus sebagai "saudara kita yang kekasih". Karena Petrus tidak disebut-sebut dalam surat-surat Paulus yang ditulis di Roma, adalah janggal, kalau Petrus ada di Roma.

Di dalam jemaat-jemaat di Roma terdapat juga orang Yahudi. Menurut Kisah Para Rasul 18:2, Akwila, yang disebut dalam Roma 16:3, adalah orang Yahudi, dan menurut Roma 16:7,11, Andronikus, Yunias, dan Herodion adalah "saudara-saudaraku sebangsa". Selesai ity, kita tahu bahwa ada orang-orang Yahudi yang diusir dari Roma pada waktu "Kaisar Klaudius…memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma" (Kis. 18:2). Rupanya orang-orang yahudi meninggalkan untuk datang kembali ke Roma sebelum surat Roma ditulis. Kota Roma adalah ibu kota Kekaisaran Romawi sehingga banyak orang dari seluruh daerah ingin kota pindah kesana.
Kalau diamati kelihatan bahwa surat Roma ditunjukan untuk Yahudi (2:17 dan 4:1) dan juga untuk orang bukan Yahudi (11:13, "aku berkata kepada kamu, hai bangsa-bangsa bukan Yahudi"). Bahkan Roma 1:5-6,13; 11:17-31; dan 15:14-16 memberi kesan bahwa banyak dari para pembacanya adalah orang bukan Yahudi.  Cranfield menegaskan bahwa para pembacanya tidak bisa dikatakan mayoritas  Yahudi atau mayoritas bukan Yahudi. Singkatnya, ada banyak orang Yahudi dan bukan Yahudi di dalam jemaat-jemaat Kristen di Roma.[4]

BAB III
PEMBAHASAN
1. Manusia Menjadi Budak Dosa
Dosa mempunyai banyak segi. Paulus menggunakan macam-macam istilah untuk menjelaskan ha tersebut. Ide Paulus tentang makna dosa tidaklah sederhana. Selain itu, meskipun Paulus jelas menekankan serius dosa, dosa tidak menjadi obsesinya sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang ingin memperkecil arti Paulus. Dia memakai kata "dosa" (hamartia) 64 kali, 48 dari antaranya muncul dalam kitab Roma, yakni surat di mana Paulus membicarakan soal dosa secara panjang lebar. Lalu dalam seluruh surat-suratnya yang lain kata "dosa" hanya muncul 14 kali.

Paulus paling sering memakai kata itu dalam bentuk tunggalnya: dosa bukan hanya sekedar kejahatan yang kita lakukan, melainkan suatu kekuatan yang membelenggu kita. Lebih dari sekali ia berbicara tentang umat manusia pada umumnya sebagai "hamba dosa" (Roma 6:17, 20), dan dengan suatu gambaran yang hidup Paulus memandang manusia "terjual dibawah kuasaa dosa" (Roma 7:14). Sebagaimana seorang budak dijual kepada seorang majikan (entah kita suka, entah tidak), demikianlah kita masuk ke dalam kuasa dosa (entah kita suka, entah tidak). Paulus menggambarkan dirinya sebagai orang yang "menjadi tawanan hukum dosa" (Roma 7:23), di mana dipakai gambaran seorang yang ditangkap sebagai tawanan perang. Sungguh tidak terduga bahwa hukum disebut-sebut dalam hubungan yang semacam itu, tetapi seperti yang dikatakan oleh Cranfield, "Hal itu merupakan suatu cara yang kuat untuk menerangkan bahwa kekuasaaan dosa atas diri kita merupakan ejekan yang mengerikan, parody yang tak masuk akal tentang kekuasaan tersebut yang seharusnya merupakan hak dari hukum suci Allah. Paulus sebetulnya ingin mengatakan dua hal berikut ini: (1) dosa tidak berhak menguasai diri kita (yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah) dan (2) biarpun demikian, dosa telah menguasai kita. Begitulah maka kita, biarpun kita mungkin melayani hukum Allah dengan akan budi kita, nyatanya, dalam daging kita melayani hukum dosa (Roma 7:25).

Jadi yang dimaksud dengan diperbudak oleh dosa yaitu selalu cenderung berbuat salah dan selalu melanggar firman Tuhan.  Hal itu bisa terjadi karena manusia memiliki natur dosa. Sehingga manusia tersebut tidak bisa terlepas ingin selalu berbuat dosa. Bagaimanapun cara untuk tidak berbuat dosa tetapi selalu berbuat dosa. Sebab kuasa dosa telah nyata dalam dirinya. Dimana manusia menjadi hamba dosa dan dosa menjadi tua. Sehingga manusia terus menerus melakukan kejahatan dan menyakiti hati Tuhan. [5]

2. Dosa Mendatangkan Murkanya Allah
Terlebih dahulu harus dimengerti yang dimaksud "Murka" yaitu suatu respon emosional atas sesuatu yang salah dan tidak benar. Murka ini sering dikatakan juga kemarahan, kesal, jengkel dan lain-lain. Murkanya manusia berbeda jauh antara murkanya Tuhan. Sebab murkanya manusia itu tidak pernah kudus dan jarang sekali benar sedangkan murkanya Tuhan itu karena kekudusan-Nya dan kebenaran-Nya sehingga Ia murka kepada manusia berdosa. Sebab Allah itu tidak mau berkompromi atau bersekutu dengan dosa. Karena dosa itu sesuatu yang Tuhan jiji dan benci. Karena dosa itu adalah pelanggaran perintah-Nya. Dan Allah tidak mau manusia itu terus-menerus melanggar ketetapan-Nya.

Dalam bagian ini Paulus membuktikan bahwa murka Allah menimpa setiap orang yang tidak mencari kebenaran dan setiap orang yang mencari kebenaran berdasarkan hukum Taurat. Hal ini bisa diketahui Roma 1:18 menjelaskan murka Allah dinyatakan dari atas surga atas segalah kefasikan dan kelaliman manusia.

Murka ini bukan suatu perasaan yang mendadak tanpa disertai pertimbangan akal dan hikmat, seperti yang sering terjadi dengan murka manusia. Bagi manusia, murka Allah sulit dimengerti karena manusia dalam ke adaan berdosa. Jadi yang dimaksud murka Allah sedang dinyatakan dari surge karena dosa manusia yang membawa hukuman sendiri. Paulus menjelaskan bahwa akibat dosa manusia yang menyusahkan kehidupan itu sendiri, hal itu murka Allah. Pasal 1:24,26 dan 28 menguraikan bagaimana cara murka itu dinyatakan. Bentuk Present Tense dipakai untuk kata kerja ini karena proses ini berlangsung setiap kali orang berbuat dosa.
Paulus berkata dari surga, untuk menggarisbawahi bahwa ini sungguh murka Allah. Murka ini berasal dari tempat kediaman Allah. Allah murka karena kefasikan dan kelaliman manusia. Di manusia itu bukan hanya jahat, tetapi ia juga menindas kebenaran dengan kelaliman. Manusia berdosa tidak tahan menghadapi kebenaran. Ini sesuai dengan yang dikatakan dalam Injil Yohanes 1:5, bahwa kegelapan berusaha untuk menguasai terang.  Manusia menindas kebenaran dengan segala macam ajaran dan kelakuan yang sesat dan hal menyembah berhala (Roma 1:21-23) adalah kelakuan sesat yang diuraikan Paulus dalam konteks ini.[6]
           
3. Dosa Mendatangkan Kematian
Kematian merupakan saat terakhir atau perhentian kehidupan seseoang di bumi untuk masuk ke kehidupan akhir yang sebenarnya. Kehidupan terakhir ini tidak dapat ditentukan dari berapa banyak perbuatan dan jasa yang sudah kita lakukan di dunia, akan tetapi berapa banyak kita menjalankan hukum cinta kasih yang menjadi hukum utama dari umat Kristen.
Oleh sebab itu, jika perjalanan hidup sudah berakhir di dunia, maka kita tidak akan bisa untuk kembali dan hidup beberapa saat lagi di dunia ini. Manusia memang sudah ditentukan untuk hidup dan mati hanya 1 kali saja dan sesudah itu akan menjalani penghakiman dan tidak akan ada reinkarnasi sesudah kematian. Salah satu arti sebenarnya kematian yang sebenarnya dalam ajaran Kristen yang sudah dijelaskan di Alkitab adalah kematian merupakan Akibat dari dosa.
Kematian badaniah sebenarnya bisa dihindari apabila manusia tidak memiliki dosa dan kematian menjadi musuh terakhir untuk kita manusia yang harus dikalahkan. Kematian tidaklah dibuat oleh Allah dan Allah sendiri juga tidak senang dengan musnahnya sesuatu yang hidup. Allah sudah menciptakan manusia untuk hidup yang baka, akan tetapi dengan kedengkian setan yang sudah memasukkan kematian dalam dunia dan karena kesalahan pribadi maka manusia harus bertanggung jawab atas kematian. Kematian menjadi sika yang adil dari Tuhan untuk semua dosa yang sudah dilakukan manusia. 



[1]Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, (Malang: Literatur Saat, 2010). Hlm. 125
[2]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar I, (Yogyakarta: ANDI, 2017). Hlm. 344
[3]Ny. Yap Wei Fong dkk, Handbook To the Bible, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup 2002). Hlm. 655
[4]Dave Hagelberg, M.Th., Tafsiran Roma Dari Bahasa Yunani, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000) hlm. 4-8
[5]Leo Morris, Teologi Perjanjian Baru,(Malang: Gandum Mas, 2019) Hlm.75
[6]Dave Hagelberg, M.Th., Tafsiran Roma Dari Bahasa Yunani, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000) hlm. 31

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter